Jakarta
Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyayangkan
tuduhan intoleransi agama di Indonesia. Dia bahkan belum menemukan
negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia.
Statemen Hasyim itu hari ini beredar luas lewat blackberry messanger. Hasyim yang dikonfirmasi detikcom, Sabtu (2/6/2012) membenarkan bahwa itu pernyataannya yang dia ucapkan saat menghadiri diskusi Peran Tokoh Islam dalam Perumusan Pancasila di gedung PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (1/6) malam. Kegiatan ini dihadiri sejumlah tokoh seperti Amien Rais dan Jimly Asshiddiqie.
"Selaku Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP) dan Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), saya sangat menyayangkan tuduhan intoleransi agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia," ujarnya.
Hasyim menyatakan, kalau yang dipakai ukuran adalah masalah Ahmadiyah, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi politik Barat. "Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam," katanya.
"Kalau yang jadi ukuran adalah GKI Yasmin Bogor, saya berkali-kali ke sana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional dan dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai," imbuhnya.
Kalau ukurannya pendirian gereja, kata Hasyim, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian masjid juga sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. "ICIS selalu melakukan mediasi," katanya.
"Kalau ukurannya Lady Gaga dan Irshad Manji, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan intelektualisme kosong? Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI/Polri/imam masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM?" ujarnya.
Hasyim menilai, Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan menara masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia, yang tidak menghormati agama karena di sana ada UU Perkawiman Sejenis. "Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis?" tanyanya
"Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar (humanisme) dan mana yang sekadar Westernisme," kata Hasyim.
Statemen Hasyim itu hari ini beredar luas lewat blackberry messanger. Hasyim yang dikonfirmasi detikcom, Sabtu (2/6/2012) membenarkan bahwa itu pernyataannya yang dia ucapkan saat menghadiri diskusi Peran Tokoh Islam dalam Perumusan Pancasila di gedung PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (1/6) malam. Kegiatan ini dihadiri sejumlah tokoh seperti Amien Rais dan Jimly Asshiddiqie.
"Selaku Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP) dan Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), saya sangat menyayangkan tuduhan intoleransi agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia," ujarnya.
Hasyim menyatakan, kalau yang dipakai ukuran adalah masalah Ahmadiyah, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi politik Barat. "Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam," katanya.
"Kalau yang jadi ukuran adalah GKI Yasmin Bogor, saya berkali-kali ke sana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional dan dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai," imbuhnya.
Kalau ukurannya pendirian gereja, kata Hasyim, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian masjid juga sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. "ICIS selalu melakukan mediasi," katanya.
"Kalau ukurannya Lady Gaga dan Irshad Manji, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan intelektualisme kosong? Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI/Polri/imam masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM?" ujarnya.
Hasyim menilai, Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan menara masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia, yang tidak menghormati agama karena di sana ada UU Perkawiman Sejenis. "Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis?" tanyanya
"Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar (humanisme) dan mana yang sekadar Westernisme," kata Hasyim.